Kenapa pelakor lebih dibully daripada pebinor?

Yang lebih mengherankan, dua aktivitas yang sama ini dapat perlakuan yang berbeda dari masyarakat. Dimana pelakor itu lebih bullyable dibanding pebinor. Hujatan, cacian, makian, sumpah serapah lebih banyak dialamatkan ke pihak wanita dibanding sebaliknya. Apa karena kasus wanita merebut suami dan merusak rumah tangga orang lain itu lebih likeable dibandingkan sebaliknya?. Sepertinya iya, contohnya liat aja sinetron sinetron di Indonesia. Banyakan mengangkat cerita soal wanita idaman lain daripada the other way around.

 Atau karena kaum wanita itu lebih emosional?, pandai berempati dan menempatkan diri diposisi korban. Sehingga ketika ada kasus wanita yang merebut cinta seorang pria yang telah berkomitmen mereka rame rame memojokkan si pelakor sebagai bentuk dari “sisterhood”. Padahal yang namanya perselingkuhan atau pengkhianatan itu terjadi karena kesadaran kedua belah pihak, bukan cuma salah wanitanya ato prianya aja.

Mari kita ingat ingat lagi kasus perselingkuhan heboh di jagad hiburan. Kasus Ahmad Dhani, Maia, dan Mulan. Dan yang paling fenomenal sampe bikin kubu kubuan antar fans, Angelina Jolie, Brad Pitt, dan Jennifer Aniston. Dari kedua kasus ini polanya sama, si mistress lebih berada diposisi tersudut, terhina, terbully, dan terapalah apalah. Padahal kalo mau dikritisi lebih dalam, perselingkuhan itu melibatkan kedua belah pihak yang sama sama sadar bahwa mereka terlibat dalam cinta terlarang. Kalo argumennya “ya wajarlah dibully, udah tau punya istri kok masih dideketin”. Yakin dideketin?, gimana kalo justru si pria lah yang duluan melancarkan jurus terjitu sampe si wanita klepek klepek. “nah itu lebih parah, kok masih diterima sepik sepiknya, kan bisa nolak?’. Argumen yang sepadan bisa ditujukkan ke pihak pria “udah punya istri kok masih deketin wanita lain?’ atau “udah punya istri kok ditanggepin” kalo disini si pria yang jadi pihak pasif, dideketin duluan sama si wanita.

Dalam KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA (KBBI),rebut artinya rampas, ambil dengan paksa ( barang/kepunyaan orang lain), ditambah imbuhan pe- yang berfungsi untuk menyatakan pelaku (kelasindonesia.com). pelakor berarti seseorang yang merampas atau mengambil dengan paksa kepunyaan orang lain, dalam konteks ini artinya suami orang. Nah masalahnya apakah seseorang yang dikategorikan pelakor itu sudah pasti merebut?. Apakah mereka sudah pasti jadi subjek aktif dalam artian aktif melakukan tindakan/perbuatan yang membuat target berpaling hati?. Gimana kalo justru pihak laki lakilah yang duluan ngerayu?. Atau kalaupun dua duanya sama sama suka, berarti gak ada istilah “direbut” kan disini?. Apalagi kalo pihak laki laki dengan sukarela menyerahkan diri untuk direbut.

Sebelum didemo ibu ibu, teteh teteh, mbak mbak yang baca. Let me get this straight, saya bukan mau belain para pelakor ya. Hell no. I totally against it. Mau atas nama cinta sejati, selingkuh tetep aja salah. Saya cuma mau mengajak kalian untuk gak bias gender. It takes two to tango. Kedua belah pihak dengan sadar terlibat dalam hubungan yang bisa menyakiti pihak lain . Sangat gak adil kalo cuma pihak wanita yang dapat penghakiman dan pandangan miring, sedangkan laki laki bisa dengan entengnya lenggang kakung seolah olah mereka gak ikut andil dalam hubungan terlarang itu.  Apa karena ngebully sesama wanita itu lebih mengasyikan daripada ngebully pria?. Any thought?