Fenomena ibu ibu perlente doyan nawar.
via https://nendangbanget.files.wordpress.com/2015/12/facebook-20151226-025730.jpg |
Sebagai pengunjung setia pasar tradisonal, sering sekali saya melihat pemandangan ibu ibu, mak mak, mbak mbak, tante tante, atau siapalah anda menyebutnya, yang sering meminta penurunan harga beli ke pedagang alias nawar. Yang lebih bikin geli,ibu ibu didalam stori ini bukanlah ibu ibu berpenampilan biasa.Walaupun bukan juga berdandan se high class syahrini, namun cukup membuat saya yakin untuk menarik kesimpulan bahwa mereka bukanlah orang tidak berpunya.
Aktivitas tawar menawar itu sendiri bukan hal terlarang. Namun menjadi menggelikan kalo yang yang jadi objek adalah ibu ibu berduit yang nawar afgan ( baca: sadis) ke pedagang kecil. " 20.000? Kemahalan mang, 10.000 aja ya." Si ibu berkata dengan entengnya. "Gak bisa bu, ini saya juga ngambil untungnya dikit" kata si pedagang dengan hati pedih. " ah cuma nurunin 10 ribu ini mang, gak banyak", ucap si ibu sambil berlalu.
Begitulah logika para penawar sadis yang suka terbalik. Kalo memang gak banyak, kenapa ngeluarin 10 ribu aja rasanya berat?. Malah meminta pedagang yang pendapatannya gak menentu untuk memangkas harga jual sampe 50%, common sense, please.
Fenomena ibu ibu berduit dengan tampilan presentable tapi suka nawar maksa ke pedagang kecil membuat saya menyadari realita yang banyak terjadi di Indonesia, orang kaya tapi mental kere. Padahal mampu, tapi ngeluarin 20 ribu aja pake nawar. Tampilan sih mahal, tapi harga cabe naik 2 ribu aja udah ngomel ngomel.
Don't get me wrong. Saya tidak sedang menyindir anda yang biasa menawar. Sekali lagi, menawar itu wajar dan normal terjadi. Saya lebih spesifik membicarakan mereka yang tidak punya masalah dengan uang. Bisa membeli barang barang mahal nan prestisius. Namun sekalinya belanja di pedagang kecil, pedagang emperan, nenek nenek yang jualan sayur dipasar, malah minta harga diturunin. Dan fenomena ini bukan cuma cerita sinetron, namun banyaak terjadi disekeliling kita. Atau mungkin anda sendiri pelakunya?.
Mulai sekarang, jika anda berbelanja dipasar tradisional atau di pedagang kecil kecilan cobalah gunakan empati anda barang secuil. 3000 rupiah untuk seikat bayam mungkin bagi anda terasa mahal. Namun jangan hanya memandang 3000 rupiah itu. Pandanglah juga pedagangnya yang termenung menahan kantuk dan lelah menunggu bakal pembeli. Pandanglah juga uang 3000 rupiah yang ia gunakan mungkin untuk membayar biaya sekolah anaknya.
Kalo emang ngerasa harganya kemahalan dari harga yang biasa anda beli, yaudah pindah ke pedagang lain. Gak perlu lah sampe nyeletuk "ih mahal ya, disebelah lebih murah" Udah gak beli, bikin orang sakit ati lagi.
Semoga kita semua diberi kemudahan untuk membantu dan memuliakan pedagang kecil.